Skip to main content

Pengurangan Resiko Jatuh pada Pasien di Rumah Sakit

Keselamatan Pasien merupakan hal utama dalam pelayanan di Rumah Sakit. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Rumah Sakit perlu mengevaluasi resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi resiko cedera jika sampai jatuh. Evaluasi resiko jatuh menggunakan skala resiko jatuh. Pasien yang dirawat di RS akan selalu memiliki resiko jatuh terkait dengan kondisi dan penyakit yang diderita, contohnya pada pasien dengan kelemahan fisik akibat dehidrasi, status nutrisi yang buruk, perubahan kimia darah (hipoglikemi, hipokalemi); perubahan gaya berjalan pada pasien usia tua dengan gaya jalan berayun/tidak aman, langkah kaki pendek-pendek atau menghentak; pasien bingung atau gelisah yang mencoba untuk turun atau melompati pagar tempat tidur yang dipasang; pada pasien dengan diare atau inkontinensia. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh, contohnya lantai kamar mandi yang licin, tempat tidur yang terlalu tinggi, pencahayaan yang kurang. Sedangkan dampak dari insiden jatuh yang dialami pasien secara fisik adalah cidera ringan, sampai dengan kematian, secara financial memperpanjang waktu rawat dan tambahan biaya pemeriksaan penunjang (CT Scan kepala, rontgen, dll) yang seharusnya tidak perlu dilakukan, dan dari segi hukum berisiko untuk timbulnya tuntutan hukum bagi rumah sakit. Meski demikian, resiko jatuh dapat dicegah dan banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah pasien jatuh dan meminimalkan cidera akibat jatuh. Dengan mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai. Oleh karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan pencegahan, dan penanganan pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan resiko jatuh dan cidera pada pasien yang dirawat. Resiko jatuh dapat dicegah, namun mencegah resiko jatuh bukan berarti pasien harus membatasi mobilitas dan aktivitasnya (contohnya berjalan, mandi, BAB, BAK, dsb) dan mengharuskan pasien untuk berada di tempat tidur saja. Oleh karena itu pencegahan resiko jatuh membutuhkan intervensi dan modifikasi sesuai kebutuhan individual pasien berdasarkan hasil pengkajian terhadap faktor resiko jatuh pasien. Pengurangan resiko pasien jatuh memerlukan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan seluruh staf. Rumah sakit harus memiliki budaya aman agar setiap orang sadar dan memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan pasien karena pencegahan pasien jatuh merupakan tanggung jawab seluruh staf di RS baik medik maupun non medik, tetap dan tidak tetap. Seluruh karyawan harus waspada terhadap risiko jatuh pasien dan berpartisipasi dalam melakukan tindakan pencegahan diseluruh area rumah sakit dimana pasien berada, baik area klinis/perawatan maupun area non klinis (contohnya: area parkir, ruang tunggu, koridor RS, ruang administrasi, dll). Sebagai upaya pengurangan risiko jatuh dan cidera yang ditimbulkan akibat jatuh maka RS menetapkan langkah-langkah sebagai berikut: · Mengenali faktor resiko jatuh dan melakukan penilaian risiko melalui pengkajian awal dan pengkajian ulang · Melakukan intervensi pencegahan reisiko jatuh · Memonitor resiko jatuh Penilaian resiko jatuh menggunakan skala Morse untuk pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak - anak. Penilaian meliputi berbagai aspek seperti riwayat jatuh, menggunaan alat bantu jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan berkemih, penyakit dan obat yang dikonsumsi, dan lain  - lain.  Biasanya pasien diberikan tanda gelang kuning dan tanda yang akan ditempel di dekat tempat tidur pasien yang menyatakan bahwa pasien beresiko untuk jatuh. sehingga perawat melakukan intervensi dan monitoring yang intensif terhadap pasien beresiko jatuh. Penilaian terhadap resiko jatuh diharapkan dapat mengurangi resiko jatuh dan meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien beresiko jatuh. Dengan mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai. Oleh karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan pencegahan, dan penanganan pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menurunkan resiko jatuh dan cidera pada pasien yang dirawat.

Sumber : http://www.kompasiana.com/

Popular posts from this blog

Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe Peringkat 5 Terbaik Se-Aceh

LHOKSEUMAWE, Kabarpasee.com -  Ditengah-tengah acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Aceh Ke XXIV Tahun 2017, tak mengisi Rumkit TNI-AD Korem / 011 Lilawangsa Lhokseumawe Dinilai sebagai salah satu peringkat Ke-5 (Lima) Rumah Sakit Seprovinsi Aceh terbaik. Hal tersebut disebarkan oleh penyidik ​​oleh Gubernur Aceh Dr Irwandi Yusuf di dampingi Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Aceh, Darwati A. Gani, Kepala BKKBN Aceh, dr. M. Yani M.Kes, Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya, dan Ketua Komite Medik Rumah Sakit TNI -AD Kesrem Lilawangsa TK IV IM 07.01 Lhokseumawe Walikota Ckm Dr. Arif Puguh S, Sp.  PD, di Lapangan Jenderal Sudirman, Jln.  Iskandar Muda, Desa Kampung Jawa Lama, Kecamatan Banda Sakti, setelah diumumkan dalam berbagai perlombaan Seprovinsi Aceh, Selasa (22/8). Ditengah-tengah kegiatan hari puncak Harganas ke-24 Tingkat Provinsi, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN-RI), DR.  Surya Chandra Surapaty, MPH Ph.D

macam-macam cairan infus

A. Pengertian Kebutuhan Cairan & Elektrolit Kebutuhan cairan & elektrolit ialah sebuah proses dinamik lantaran metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yg tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis & lingkungan. Cairan & elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yg berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan. B. Pengelompokan Cairan Infus Menurut pengelompokannya, cairan infus dapat di kelompokkan menjadi : 1. Cairan Hipotonik : Osmolaritasnya lebih rendah di bandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah di bandingkan serum), maka larut dalam serum, & menurunkan osmolaritas serum. Sehingga cairan ditarik dari dalam pembuluh darah menuju ke luar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas yang rendah ke osmolaritas lebih tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yg dituju. Digunakan pada kondisi sel “mengalami” dehidrasi, contohnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, sert